9/7: Back To Square One.

I’ve just quitted my job, then my life has just totally changed.

Adhitya Bobby
4 min readJul 8, 2024

Hi, Bobby’s here.

It’s been a while setelah nulis Medium terakhir kali ya.
Kapan itu? 2021, I guess?

The last time I did it, I haven’t join the company yet. Pas itu mungkin masih waktunya jadi tutor design di salah satu inkubator kampus lokal. Belum mulai ngonten. Atau punya Twitter Space. Bahkan hangout & nampang di berbagai event profesi lokal.

Until three years later, after everything I’ve done, growing my team from day one, I’ve come to a decision to not extending my contract.

Shout out to the product team!

Such a brave decision, is it not?

Berani banget memutuskan untuk nganggur ditengah ketidakpastian kayak gini. Katanya sih job market designer lagi chaos. Buka medsos, ketemu berita layoff. Cek LinkedIn, eh lowongannya dikit.

Long story short, saya sempet gagal promosi karena suatu hal. Possibly politik kantor, akan tetapi lebih baik ceritanya simpan ke offline meetup saja hehe... Intinya, ketidakpuasan personal itulah yang memantik keinginan untuk mencari tempat baru, bertepatan dengan masa kontrak yang memang udah mau berakhir.

Buat yang baru kenal, saya bekerja di sebuah produk yang menjanjikan efisiensi & membantu usernya dalam menemukan keseimbangan dan efektivitas kerja di ranah korporat. Tapi ternyata sekian tahun berjalan justru diri sendiri lah yang merasa tidak menemukan titik keseimbangan tersebut.

I feel this as an irony.

Kerjaan gue semakin repetitif.
Gradually lost its meaning.
Dan rasa stuck inilah yang bikin kepikiran: “Oh bisa kali ya cari tantangan baru.”

Dan tantangan itu adalah dimulai dari melepaskan atribut pekerjaan yang sudah melekat di 3 tahun terakhir.

But the journey isn’t that smooth as imagined.

Tiga minggu setelah resign…. Papa meninggal.

What a world to live in. It really hits me a lot.

Sangat pahit, meskipun kalo menurut pak Menteri, lebih pahit pil Tapera yang harus kita tanggung bersama.

Proses “menganggur” ini adalah rencana.
Sebuah rencana yang sudah disepakati oleh kita berdua.
Cari kelas bahasa asing. Renov rumah. Beli furnitur. Working setup. Bikin paspor. Sampe rencana mau kuliah lagi.
And knowing the fact that I have to moved on without him, it was really devastating.

Financially, terpukul.
Mentally, kek abis kena getok kayu.
Projection buat cash flow harus direstart.
Wishlist yang udah disiapin pasca resign harus ditunda semua.

I’m not even finish everything I’ve started since I resigned.
Japanese & Mandarin classes, kuliah, you named it.

I “killed” the wishlist, supaya ada waktu untuk berpikir.

Everything back to the square one. With all the disadvantages.

From one talks to another.
Dari fintech sampe ecommerce, overseas agency sampe lab robotics.

Gue masih berharap ada celah untuk mencari tempat baru untuk bernaung. Setidaknya bisa jadi contingency plan.

Tapi ada beberapa pertanyaan sejak 2023 yang belum terjawab sama diri sendiri:

“Mau jadi apa sih abis ini?”

“Product Manager? Udah rombak portofolio kah?”

“Atau lanjut jadi designer? Emang pede sama hasil design sendiri?”

Gue merasa krisis identitas.

Mau nyobain consumer-based product, tapi seumur2 lebih banyak berkutat ngerjain B2B.

Fokus udah hilang semenjak hari itu. Semua jadi kepikiran.

“Who am I?”

“What kind of designer that I really wanted to be?”

At some point, I don’t think I can consider myself as a designer anymore.

The only meme that I currently related to.

So… how am I holding up til today?

Well, good news is I’m okay…

I’m fine…

Gwenchana... teng neng neng neng neng~

Setidaknya itu yang bisa disampaikan untuk sekarang ini.

Baru dapet project yang menarik banget, yang meskipun saking menariknya saya tetep butuh pekerjaan kedua buat mengisi waktu luang — hire me please! but ofc once my portfolio is done & dusted~

If you’re thinking about some free, thankless project, I can assure you it is not. It’s a real job, and at least generating money for my own self.

Courtesy from my thoughtful biz partner @ruhmayawathoni

I’m working on some B2B cases, very fun thing to do & explore. And it’s a niche one.

Not an ideal place to work with — an early-stage, not proven yet promising biz model, startup — but it’s still a job.

Ada prioritas yang harus diselesaikan terlebih dahulu: keluarga.
Ada dapur yang harus terus berisik.
Ada perut yang harus diisi.
Ada otak yang perlu diasah.

Surviving is the new goal. Hope for the worst, prepare with your best.

Maybe this is a test for my own limit. Or how further I can go. Whatever it is, I think this is the redemption.

Seperti yang ditulis di awal:

“Oh bisa kali ya cari tantangan baru.”

Ya ini tantangannya.

Back to night caffeine intake again, huft.

To survive and to thrive. There is no other way.

Menyambut tema surviving & thriving ini, saya ingin mengajak temen2 semua untuk ikutan sharing di #DesignerSetengahMateng — sebuah aksi kolektif virtual sejak 2021 yang berawal dari Twitter Space, dengan intensi untuk mewadahi beragam opini & diskusi di balik panggung industri design

Bisa di cek di akun Twitter/X Fadhil & Bobby

--

--

Adhitya Bobby

I write things that comes out of my head. For journaling purposes.